Koperasi Menaikkan Bargaining
Position
Oleh:
Sabilil Hakimi (H34100149)
Kelembagaan petani harus dibangun
melalui koperasi. Koperasi dibangun atas kesadaran para petani untuk
menyejahterakan nasib mereka. Kelembagaan
sebagai suatu organisasi menurut Winardi (2003), dapat dinyatakan sebagai
sebuah kumpulan orang-orang dengan sadar memberikan sumbangsih mereka kearah
pencapaian suatu tujuan umum. Manfaat utama lembaga
adalah mewadahi kebutuhan salah satu sisi kehidupan sosial masyarakat, dan
sebagai kontrol sosial, sehingga setiap orang dapat mengatur perilakunya
menurut kehendak masyarakat (Elizabeth dan Darwis, 2003).
Koperasi
saat ini menjadi sangat esensial untuk memperbaiki ekonomi petani yang selama ini
masih terpencar. Berpencarnya usaha para petani ini membuat rendahnya posisi
tawar mera terhadap para tengkulak, lentenir, dan pedagang. Petani tidak
memiliki akses pasar dan tidak sehatnya persaingan dalam perdagangan komoditi
pertanian. Menurut Branson dan Douglas (1983),
lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang
mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang
memadai. Permasalahan ini merupakan buntut dari permasalahan permodalan. Ketika
petani meminjam modal kepada oknum tengkulak maka petani tersebut akan
“diboikot” oleh tengkulak agar tidak memasarkan produknya ke pasar lain.
Akibatnya petani tidak leluasa untuk memasarkan produknya dan sangat tergantung
oleh tengkulak tersebut terlebih lagi harga produknya 100% ditentukan oleh
tengkulak tersebut.
Struktur
pasar perdagangan komoditi pertanian belum sampai pada model pasar persaingan
sempurna. Pada implementasinya dilapangan para petani menghadapi struktur pasar
yang monopsoni yaitu banyaknya petani yang menjual hasil panennya namun tidak
diimbangi dengan banyaknya jumlah tengkulak yang akan membeli hasil panen
tersebut. Jumlah tengkulak atau pedagang yang akan membeli selalu lebih sedikit
sehingga posisi tawar terbesar dimiliki oleh para tengkulak atau pedagang.
Lemahnya
posisi tawar petani tidak hanya pada penetapan harga jual hasil panen namum
juga pada masalah permodalan. Dalam hal permodalan posisi tawar petanii kepada
lembaga keuangan seperti bank lemah karena bank tidak berminat untuk
menggelontorkan modal untuk petani yang tepencar-pencar dan dalam skala usaha
yang kecil padahal bank punya program bantuan permodalan pertanian namun hanya
bisa diberikan untuk koperasi yang mengorganisir petani-petani disuatu daerah.
Adanya
koperasi yang menyatukan para petani yang terpencar-pencar dan membentuk suatu
kelompok yang solid dapat meningkatkan permasalahan yang ada di petani yaitu
masalah lemahnya posisi tawar petani. Koperasi salah satu cara terbaik yang
dapat mengakomodasi petani untuk menghadapi pedagang atau bisnis yang skala
yang lebih besar. Koperasi dapat menaikkan posisi tawar petani karena
didalamnya ada kolektivitas yang dilakukan oleh koperasi. Menurut Akhmad (2007), peran yang harus
dilakukan koperasi untuk menaikkan posisi tawar petani adalah dengan :
1.
Konsolidasi
dengan petani, ini adalah tahapan awal dalam pembentukan koperasi agar dalam
perjalanannya koperasi dapat mengakomodir kebutuhan petani dalam upaya
peningkatan kesejahteraan. Hal ini juga penting karena koperasi dibuat oleh
anggota untuk anggota.
2.
Koperasi sebagai
wadah untuk kolektifikasi, baik kolektifikasi produksi dan kolektifikasi
pemasaran. Kolektifikasi produksi berguna untuk menentukan pola, jenis,
kuantitas dan siklus produksi. Kolektifikasi ini bermanfaat dalam peningkatan
efisien produksi. Efisiensi ini dapat dicapai karena produksi dalam skala besar
dapat menghemat biaya. Kemudahan dalam pengelolaan produksi, misalnya dalam
penanganan hama dan penyakit. Langkah ini juga dapat menghindari kompetisi yang
tidak sehat di antara produsen yang justru akan merugikan, misalnya dalam
irigasi dan jadwal tanam. Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal
ini dilakukan untuk mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas
yang besar, dan menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk
pertanian. Kolektifikasi pemasaran dilakukan untuk mengkikis jaring-jaring
tengkulak yang dalam menekan posisi tawar petani dalam penentuan harga secara
individual. Upaya kolektifikasi tersebut menjadikan koperasi dapat menentukan
harga hasil panennya sendiri sesuai dengan harga yang telah ditetapkan bersama
oleh peani anggota. Dengan demikian, petani tidak lagi mengalami fluktuasi
harga yang ak menentu dan dapat menikmati harga jual hasil yang flat sehingga
petani dapat menentukan keuntungan yang diingikannya. Selain itu, upya
kolektifikasi pemasaran tidak berarti menghapus peran dan posisi pedagang
distributor dalam rantai pemasaran, namun tujuan utamanya adalah merubah pola
relasi yang merugikan petani produsen dan membuat pola distribusi lebih efisien
dengan pemangkasan rantai tata niaga yang tidak menguntungkan.
Referensi :
Akhmad, S., 2007. Membangun Gerakan
Ekonomi Kolektif dalam Pertanian Berkelanjutan; Perlawanan Terhadap
Liberalisasi dan Oligopoli Pasar Produk Pertanian. Tegalan Diterbitkan oleh
BABAD. Purwokerto. Jawa Tengah.
Branson, R E. dan Douglas G.N., 1983.
Introduction to Agricultural Marketing, McGraw-Hill Book Company, New York,
USA.
Elizabeth, R dan Darwis, V., 2003. Karakteristik Petani Miskin dan
Persepsinya Terhadap Program JPS di Propinsi Jawa Timur. SOCA. Bali.
Winardi, J. 2003. Teori Organisasi dan Pola
Pengorganisasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar