Selasa, 26 Februari 2013

Koperasi Menaikkan Bargaining Position


Koperasi Menaikkan Bargaining Position
Oleh: Sabilil Hakimi (H34100149)
Kelembagaan petani harus dibangun melalui koperasi. Koperasi dibangun atas kesadaran para petani untuk menyejahterakan  nasib mereka. Kelembagaan sebagai suatu organisasi menurut Winardi (2003), dapat dinyatakan sebagai sebuah kumpulan orang-orang dengan sadar memberikan sumbangsih mereka kearah pencapaian suatu tujuan umum. Manfaat utama lembaga adalah mewadahi kebutuhan salah satu sisi kehidupan sosial masyarakat, dan sebagai kontrol sosial, sehingga setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat (Elizabeth dan Darwis, 2003).
          Koperasi saat ini menjadi sangat esensial untuk memperbaiki ekonomi petani yang selama ini masih terpencar. Berpencarnya usaha para petani ini membuat rendahnya posisi tawar mera terhadap para tengkulak, lentenir, dan pedagang. Petani tidak memiliki akses pasar dan tidak sehatnya persaingan dalam perdagangan komoditi pertanian. Menurut Branson dan Douglas (1983), lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai. Permasalahan ini merupakan buntut dari permasalahan permodalan. Ketika petani meminjam modal kepada oknum tengkulak maka petani tersebut akan “diboikot” oleh tengkulak agar tidak memasarkan produknya ke pasar lain. Akibatnya petani tidak leluasa untuk memasarkan produknya dan sangat tergantung oleh tengkulak tersebut terlebih lagi harga produknya 100% ditentukan oleh tengkulak tersebut.
          Struktur pasar perdagangan komoditi pertanian belum sampai pada model pasar persaingan sempurna. Pada implementasinya dilapangan para petani menghadapi struktur pasar yang monopsoni yaitu banyaknya petani yang menjual hasil panennya namun tidak diimbangi dengan banyaknya jumlah tengkulak yang akan membeli hasil panen tersebut. Jumlah tengkulak atau pedagang yang akan membeli selalu lebih sedikit sehingga posisi tawar terbesar dimiliki oleh para tengkulak atau pedagang.
          Lemahnya posisi tawar petani tidak hanya pada penetapan harga jual hasil panen namum juga pada masalah permodalan. Dalam hal permodalan posisi tawar petanii kepada lembaga keuangan seperti bank lemah karena bank tidak berminat untuk menggelontorkan modal untuk petani yang tepencar-pencar dan dalam skala usaha yang kecil padahal bank punya program bantuan permodalan pertanian namun hanya bisa diberikan untuk koperasi yang mengorganisir petani-petani disuatu daerah.
Adanya koperasi yang menyatukan para petani yang terpencar-pencar dan membentuk suatu kelompok yang solid dapat meningkatkan permasalahan yang ada di petani yaitu masalah lemahnya posisi tawar petani. Koperasi salah satu cara terbaik yang dapat mengakomodasi petani untuk menghadapi pedagang atau bisnis yang skala yang lebih besar. Koperasi dapat menaikkan posisi tawar petani karena didalamnya ada kolektivitas yang dilakukan oleh koperasi. Menurut Akhmad (2007), peran yang harus dilakukan koperasi untuk menaikkan posisi tawar petani adalah dengan :
1.    Konsolidasi dengan petani, ini adalah tahapan awal dalam pembentukan koperasi agar dalam perjalanannya koperasi dapat mengakomodir kebutuhan petani dalam upaya peningkatan kesejahteraan. Hal ini juga penting karena koperasi dibuat oleh anggota untuk anggota.
2.    Koperasi sebagai wadah untuk kolektifikasi, baik kolektifikasi produksi dan kolektifikasi pemasaran. Kolektifikasi produksi berguna untuk menentukan pola, jenis, kuantitas dan siklus produksi. Kolektifikasi ini bermanfaat dalam peningkatan efisien produksi. Efisiensi ini dapat dicapai karena produksi dalam skala besar dapat menghemat biaya. Kemudahan dalam pengelolaan produksi, misalnya dalam penanganan hama dan penyakit. Langkah ini juga dapat menghindari kompetisi yang tidak sehat di antara produsen yang justru akan merugikan, misalnya dalam irigasi dan jadwal tanam. Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar, dan menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk pertanian. Kolektifikasi pemasaran dilakukan untuk mengkikis jaring-jaring tengkulak yang dalam menekan posisi tawar petani dalam penentuan harga secara individual. Upaya kolektifikasi tersebut menjadikan koperasi dapat menentukan harga hasil panennya sendiri sesuai dengan harga yang telah ditetapkan bersama oleh peani anggota. Dengan demikian, petani tidak lagi mengalami fluktuasi harga yang ak menentu dan dapat menikmati harga jual hasil yang flat sehingga petani dapat menentukan keuntungan yang diingikannya. Selain itu, upya kolektifikasi pemasaran tidak berarti menghapus peran dan posisi pedagang distributor dalam rantai pemasaran, namun tujuan utamanya adalah merubah pola relasi yang merugikan petani produsen dan membuat pola distribusi lebih efisien dengan pemangkasan rantai tata niaga yang tidak menguntungkan.

Referensi :    
Akhmad, S., 2007. Membangun Gerakan Ekonomi Kolektif dalam Pertanian Berkelanjutan; Perlawanan Terhadap Liberalisasi dan Oligopoli Pasar Produk Pertanian. Tegalan Diterbitkan oleh BABAD. Purwokerto. Jawa Tengah.
Branson, R E. dan Douglas G.N., 1983. Introduction to Agricultural Marketing, McGraw-Hill Book Company, New York, USA.
Elizabeth, R dan Darwis, V., 2003. Karakteristik Petani Miskin dan Persepsinya Terhadap Program JPS di Propinsi Jawa Timur. SOCA. Bali.
Winardi, J. 2003. Teori Organisasi dan Pola Pengorganisasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar